3 Argumen bahwa Seorang Muslim Seharusnya Tidak Melamar Pekerjaan pada Bank Indonesia

Suatu hari di tahun 2018, aku mendapat informasi bahwa dibuka rekrutmen Bank Indonesia (BI). Berhubung sebelumnya sudah cari tahu nominal gaji dan benefit plan sebagai pegawai BI, jadilah aku sudah menyiapkan dokumen dan cicil isi formulir aplikasi online.

Walaupun begitu, sempat muncul ragu. Sekalipun BI adalah regulator, tapi bukankah tetap saja Bank? Tapi dengan percaya diri kupikir “Ah yasudah jadi orang yang amanah dan berdoa semoga tidak ditempatkan di bagian sarat riba.” Lalu kumantapkan hati ingin minta surat rekomendasi pada Mas Arnaz, beliau itu counterpart kerja pertama sejak aku masih trainee bulan Oktober 2016 hingga menjadi staff pada Maret 2017. Total waktu bekerja dengan Mas Arnaz sekitar 1 tahun 3 bulan.

Tidak Disetujui dan ‘Disidang’

Lalu pada tanggal 6 September 2018 mulai pukul 07.50 terjadilah percakapan di bawah ini melalui whatsapp. I untuk Ita dan A untuk Mas Arnaz.

I: Mas Arnaz, bolehkah aku minta tolong?

Boleh nggak aku cantumkan nama Mas Arnaz sebagai salah satu orang yang bisa memberikan referensi atas diri aku? In sha Allah aku mau daftar PCPM Bank Indonesia.

A: apa itu? mw pindah BI?

I: Iya semacam MT nya BI gitu. Ya ketat seleksinya. Kalo lulus langsung jadi asisten manager.

A: riba ta. Yakin lu?

I: could be and could be not (reply to “riba ta”). Yakinin aja.

A: saran gw c jgn. itu uang yg lu makan nanti. itu uang yg lu makan nanti. jgn lah, klo bukan bank gw pasti support.

I: Kan Bank Sentral. Hem. Karena u bilang jangan, w lagi dengerin youtube ni.

Mas Arnaz ternyata cerita ke Mas Helmi. Mas Helmi ini Bapak-Bapak muda sejenis Ma Arnaz juga, eh tapi lebih tua sih. Lalu akhirnya aku dipanggil ke meeting room dan ‘disidang.’

Aku tuh agak keki sebenarnya, pingin ngasih argumen lain. Mas Arnaz dan Mas Helmi kasih pengertian bahwa posisi termulia terkait bekerja di Bank adalah: RESIGN. Karena sebenarnya aku tetap mau daftar kerja di BI, tapi aku yakin bahwa Mas Arnaz dan Mas Helmi bicara dengan ilmu. Yasudah aku sabar dan shalat, serta mencari ilmu.

Hasil Mencari Ilmu

Hal paling mulia jika ingin bekerja di bank adalah resign.

1. Kembali pada hadis:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598).

Apalagi ini BI selaku regulator riba, yang ngurus pemimpin bank kovensional penuh riba, dsb.

2. Ya kalaupun belum jelas boleh atau enggak kerja di BI, tapi yang udah pasti adalah bekerja di BI berarti ada campur tangan dalam hal riba. Maka bagi beberapa orang, ini menjadi syubhat alias perkara yang masih samar hukumnya halal atau haram. Tapi menurut Ustadz Erwandi T, jelas haram.

Sekalipun dianggap syubhat alias samar hukumnya, bukankah sebaiknya dihindari?

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)

3. Akupun bertanya “Kalau semua muslim harusnya resign dari Bank, berarti lembaga finansial negara bisa diisi pendukung riba dong? Bisa banyak non muslim nanti?”

Ya memang seharusnya gitu, jika kita mau memeluk Islam secara kaffah (sempurna) ya peluklah lebih erat dengan mencari ilmu. Karena sejatinya bank bukan ajaran Islam.

Jauh pada khalifah Abbasiyah di 400M, seorang Khalifah membangun pipa air Zubaidah (dari nama istrinya) yang menyambung dari Mekah ke Arafah. Uang pembangunannya dari mana? Dari wakaf. Para penyetor wakaf mengamalkan Ali Imran ayat 92 bahwa Allah berfirman “Kamu sekali-kali tidak akan mencapai kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, sesungguhnya Allah mengetahui.”

Lalu kapan muncul bank? Dimulai saat banyak orang menitipkan uang pada tentara perang salib, lalu tentara tersebut melakukan pencatatan. Perang salib sekitar abad ke 11.

Padahal kita sebagai umat Islam sudah pandai melakukan wakaf produktif sejak abad ke-4.

Jadi bank memang bukan bagian hidup orang yang bersyahadat.

Sekian.
Note: nomor 3 aku belum tabayyun dengan baca sejarah lagi ya, itu murni dikasih tau.

Alhamdulillah sekarang ku sudah menerim pengertian tersebut. Semoga Mas Arnaz dan Mas Helmi mendapat banyk kebaikan dari Allah Swt. Akupun tidak memandang ‘sebelah mata’ pada yang bekerja di Bank apapun itu, mikirin dosa sendiri aja udah sibuk kan yah?

Leave a comment